Senin, 16 November 2015

Pengertian Budaya Organisasi Dan Perusahaan, Hubungan Budaya Dan Etika, Kendala Dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis Etis

1.      Karakteristik Budaya Organisasi
Robbins (2007), memberikan 7 karakteristik budaya sebagai berikut :
1)      Inovasi dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
2)      Perhatian terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.
3)      Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4)      Berorientasi kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
5)      Berorientasi pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang individu-individu.
6)      Agresivitas yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
7)      Stabilitas yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

Sedangkan Schneider dalam (Pearse dan Bear, 1998) mengklasifikasikan budaya organisasi ke dalam empat tipe dasar:
1)      Control culture. Budaya impersonal nyata yang memberikan perhatian pada kekonkretan, pembuatan keputusan yang melekat secara analitis, orientasi masalah dan preskriptif.
2)      Collaborative culture. Berdasarkan pada kenyataan individu terhadap pengambilan keputusan yang dilakukan secara people-driven, organic dan informal. Interaksi dan keterlibatan menjadi elemen pokok.
3)      Competence culture. Budaya personal yang dilandaskan pada kompetensi diri, yang memberikan perhatian pada potensi, alternatif, pilihan-pilihan kreatif dan konsep-konsep teoretis. Orang-orang yang termasuk dalam tipe budaya ini memiliki standar untuk meraih sukses yang lebih tinggi.
4)      Cultivation culture. Budaya yang berlandaskan pada kemungkinan seorang individu mampu memperoleh inspirasi.
2.      Fungsi Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Adapun pengertian Budaya Organisasi menurut beberapa ahli, yaitu :
1)      Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
2)      Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
3)      Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
FUNGSI BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai tapal batas tingkah laku individu yang ada didalamnya.
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
1.      Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
2.      Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3.      Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
4.      Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
5.      Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
3.      Pendoman Tingkah Laku
Antara manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hampir semua tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.
Selanjutnya hubungan antara manusia dengan kebudayaan juga dapat dilihat dari kedudukan manusia tersebut terhadap kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan yaitu sebagai :
1)      Penganut kebudayaan, 
2)      Pembawa kebudayaan
3)      Manipulator kebudayaan
4)      Pencipta kebudayaan
4.      Apresiasi Budaya
Istilah apresiasi  berasal  dari bahasa inggris "apresiation" yang berarti penghargaan, penilaian, pengertian. Bentuk itu berasal dari kata kerja " ti appreciate" yang berarti menghargai, menilai, mengerti dalam bahasa indonesia menjadi mengapresiasi. Apresiasi budaya adalah kesanggupan untuk menerima dan memberikan penghargaan, penilaian, pengertian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Kebudayaan perlu diapresiasi dengan harapan kita sebagai manusia dapat memperlihatkan rasa menghargai karya yang dihasilkan dari akal dan budi manusia. Apresiasi diperlukan untuk tetap menjaga nilai-nilai budaya yang ada agar tetap hidup dan selalu lestari, juga dapat dikembangkan menjadi lebih baik. Melalui apresiasi, seorang pencipta dapat memperoleh masukan, ide, saran, kritik, dan pujian untuk karyanya. Melalui ide, saran, masukan, dan kritik tersebut jugalah para pencipta diharapkan dapan membuat karya yang lebih baik lagi.
5.      Hubungan Etika Dan Budaya
Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik-buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis terdapat pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja, dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan, karyawan dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya perilaku, dan sebaliknya dapat pula mendorong perilaku yang tidak etis. Kebijakan perusahaan untuk memberikan perhatian serius pada etika perusahaan akan memberikan citra bahwa manajemen akan mendukung perilaku etis dalam perusahaan.
6.      Pengaruh Etika Terhadap Budaya
Etika seseorang dan etika bisnis adalah satu kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku antar individu maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang akan berpengaruh terhadap budaya perusahaan.  Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budayau perusahaan, maka akan berpotensi menjadi dasar kekuatan perusahaan dan akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus dalam peningkatan kinerja karyawan.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara etika seseorang dariu tingkatan manajer terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan keputusan.  Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan pekau terhadap adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sosial budaya, dan masyarakat dimana dia berada.  Budaya perusahaan memberikan sumbangan yang sangat berartiu terhadap perilaku etis. Perusahaan akan menjadi lebih baik jika mereka membudayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
7.      Kendala Mewujudkan Etika Bisnis
Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1.      Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
2.      Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
3.      Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
4.      Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5.      Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar